suwitto weblog

....berkryalah karna sesungguhnya umat menunggu karya besarmu... ...semangat untuk berubah haruslah bisa dibarengi dengan kemauan yang kuat....

Sabtu, 28 Maret 2009

patofisiologi moskuloskletal

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan – jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut.
Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut

B. RUMUSAN MASALAH
















BAB II

GANGGUAN MUSKULOSKELETAL


A. KELAINAN PADA TULANG

1. Osteoporosis

Osteoporosis yaitu kelainan yang terjadi penurunhan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal. Kecepatan resorpsi tulang dari kecepatan pembentukan tulang yang mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh, dan mudah patah.
-Patofisiologi
 Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang. Setiap ada ada perubahan dalam kesimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses penbenutkan maka kan terjadi penurunan massa tulang.
 Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pada bagianh trabekula.
 Pada usia 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/ tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda.
 Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pada wanita 40-50 %.
 Penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian-bagian tubuh seperti metakarfal, kolum femoris, dan korpus vertebra.
 Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal.

2 Osteomalasia
Osteomalasia adalah penyakit metabilisme tulang yang di tandai dengan tidak memadainya mineralisasi tulang. Pada orang dewasa osteomalasia bersifat kronik dan deformitas skeletalnya tidak seberat pada anak karena pertumbuhan skletal telah selesai. Pada pasien ini,sejumlah besar osteoroid atau remodelling tulang baru tidak mengalami kalsifikasi, diperiksakan bahwa defek primernya adalah kekurangan vitamin D aktif ( kalsitrol), yang memacu absorpsi kalsium dari traktus GI, dan menfasilitasi tulang. Pasokan kalsium dan fosfat dalam cairan ekstra sel rendah. Tanpa vitamin D yang mencukupi, kalsium dan fosfat tidak dapat di masukkan ke tempak kalsifikasi tulang.
-Patofisilogi
 Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan umum metabolisme mineral. Faktor risiko terjadinya osteomalasia meliputi kekurangan dalam diet, malabsorpsi, gasterktomi, gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan berkepentingan dan kekurangan vitamin D.
 Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D) sering berhubungan dengan kalsium yang jelek terutama akibat kemiskinan, tetapi memakan makanan dan kurangnya pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Paling sering terjadi dibagian dimana vitamin D tidak ditambahkan dalam makanan dan dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar matahari.
 Osteomalasia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh. Kelainan GI dimana absorpsi lemak tidak memadai sering menimbulkan osteomalasia melalui kehilangan vitamin D dan kalsium, kalsium diekskresikan melalui feces dalam kombinasi dengan asam lemak.
3. Osteomyelitis
Osteomyelitis dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh
-Etiologi
 Osteomyilitis ini biasanya disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamu dan mikroorganisme lain
 Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran henatopgen (melalui darah) dari fokus infeksi dari tempat lain.
 Osteomylitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak seperti ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler. Atau kontaminasi lansung tulang misalnya fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak dan pembedahan tulang.

-Patofisiologi
 Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% - 80%menginfeksi tulang.
 Awitan osteomylitis ortopedi dapt terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut fulminan staduim I ) dan sering berhubungan dengan hematomaatau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat ( stadium II) terjadi antara 4-24 bulansetelah pembedahan. Osteomylitis lama ( stadium III )biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi dua tahun atau lebih setelah pembedahan.
 Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2-3 hari trombus pada pembulu darah terjadi pada tempat tersebut. Sehingga mengakibatkan iskemia dengan nekrotis tulang. Seiringan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
4. Skoliosis
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah. Skoliosis merupakan deformitor tulang belakan yang menggambarkan deviasi vertebrata ke arah lateral. Bentuk dan tiap-tiap ruas tulang manusia pada umumnya adalah sama hanya ada perbedaan sedikit tergantung pada kerja yang di tanganinya.
-Etiologi
 faktor heriditas
yaitu yang di turunkan secara auotsomal dominan, kelainan ini dapat terjadi karena akibat adanyaabnormalitas tulang bawahyang mengenai vertebra atauipun struktur-strukturnya.
 Kongenital
Yaitu didapat sejak lahir. Adapula yang tidak didapat sejak lahir tetapi berkembang pada masa berikutnya.
 Idiopatik
Tidak di ketahui penyebabnya, tetapi jenis ini lebih umum biasanya berkembang pada masa remaja.
 Struktural
Perubahan pada steruktur tulang belakang karena sebab yang bervariasi
Klasifikasi Skoliosis
1. Skoliosis non struktural ( reversible )
 Skoliosis postural
 Nyeri dan spasme otot
 Tungkai bawah yang tidak sama panjang
2. Skoliosis struktural ( ireversble )
 Skoliosis idoptik
 Skoliosis osteopatik
 Skoliosis neuropatik
 Skoliosis miopatik

Patofisiologi
Skoliosis dapat terjadi hanya pada daerah tulang spinalis termasuk rongga tulang spinal. Lengkungan dsapat berbentuk S atau C. Derajat lengkungan penting untuk di ketahui karena hal dapat menentukan jumlah tulang rusuk yang mengalami pergeseran. Pada tingkat rootasi lengkungan yang cukup besar mungkin dapat menekan dan menimbulkan keterbatasan pada organ penting yaitu paru-paru dan jantung.
Aspek paling penting terjadinya deformitas adalah progresivitas pertumbuhan tulang. Dengan terjadinya pembengkokan tulang vertebra ke arah lateraldi sertai dengan rotasi tulang belakang. Maka akan diikutio dengan perkembangan sekunder pada tulang vertebra dan iga. Oleh karena adanya gangguan pertumbuhan yang bersifat progresif, di samping terjadi perubahan pada vertebra, juga terdapt perubaahan pada tulang iga. Dimana bertambahnya kurva yang menyebabkan deformitasi tulang iga semakin jelas.
Pada kanalis spinalis terjadi pendorongan dan penyempitan kanalis spinalis oleh karena terjadinya penebalan dan pemendekan lamina pada sisi konkaf. Kesimbangan lengkungan juga penting karena mempengaruhi stabilitas dadi tulang belakang dan pergerakan panggul.
5. Osteosarcoma
Osteosarcoma adalah suatu pertumbuhan yang sangat cepat pada tumor maligna tulang. Osteosarcoma merupakan tumor ganas tulang yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas yang menyebar secara cepat pada periosteum dan jaringan ikat luarnya.

-Etiologi
Penyebab yang pasti terhadap kanker belum di ketahui secara jelas tetapi faktor-faqktor etilogilah yang membantu terbetuknya kanker sudah banyak di ketahui yang disebut bahan-bahan karsinogen, sinar ultraviolet, sinar radioaktif parasif dan virus.

-Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang dari jaringan sel tulang ( sarcoma ) sehingga sel-sel tulang akan pada nodul-nodul limfe, ginjal, dan hati sehingga dapat mengakibatkan adanya pengaruh aktivitas hamateotik sum-sumj tulang yang cepat pada tulang sehingga sel-sel plasma yang belum matang akan terus membelah terjadi penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.
6. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Patofisiologi
ulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
Komplikasi fraktur
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
7. AMPUTASI
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung. Amputasi dapat pula diartikan sebagai memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Dalam ilmu kedokteran diartikan “membuang” sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ tubuh).Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin mendapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala organ mendapat membahayakan tubuh klien secara utuh atau merusak argon tubuh yang lain separti dapat menimbulkan komplikasi infeksi
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem intigumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal, dan sistem kardiovaskuler. Lebih lanjut dia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan harga diri dan produktifitas
Penyebab atau faktor perediosposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi:
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin dapat diperbaiki
3. Gangguan vaskuler atau sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4. Infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke onggota tubuh lainnya
5. Adanya tumor pada organ yang tidak muangkin dapat diterapi secara konservatif
6. Deformitas argon.

Jenis-jenis amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi:
1. Amputasi selektif atau terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiognosis dan mendapat penangan yang baik serta terpantau secara terus menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir..
2. Amputasi akibat trauma. Ini merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak terncana. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat. Kegiatan amputasi inin dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan kulit yang luas.
Tetapi jenis amputasi yang lebih sering kita kenal adalah
 Amputasi terbuka ini di lakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pada pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama.
 Amputasi tertutup ini dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkin dimana dibuat skalf kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 cm dibawah potongan otot dan tulang.

B. KELAINAN PADA SENDI

Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot.

Ada tiga tipe sendi, yaitu :
1. Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
2. Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas.


1. OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi pada orang yang berusia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago artikularis, perubahan pada membran sinovia serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa nyeri dan kaku, khususnya setelah melakukan aktivitas yang lama akan menyertai perubahan degeneratif tersebut
INSIDENS, ETIOLOGI DAN PATOLOGI
Osteoarthritis merupakan bentuk penyakit sendi yang paling sering ditemukan. Diperkirakan ⅓ dari orang berusia >35 tahun, menunjukkan bukti radiografik yang memperlihatkan penyakit osteoarthritis dengan prevalensi yang terus meningkat sampai 80 tahun. Meskipun mayoritas pasien, khususnya yang berusia muda, menderita penyakit ringan dan relatif asimptomatik, osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65 tahun.

Osteoarthritis mungkin bukan satu penyakit melainkan beberapa penyakit yang semuanya memperlihatkan gambaran klinis dan patologis yang serupa. Akan tetapi terdapat dua perubahan morfologis utama, yaitu kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan metabolisme tulang rawan sendi sudah timbul sejak awal proses patologis osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi yaitu kolagen dan proteoglikan. Perusakan ini membuat kadar proteoglikan dan kolagen berkurang sehingga kadar air tulang rawan sendi juga berkurang Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya osteoarthritis ini. Penambahan usia semata tidak menyebabkan osteoarthritis, sekalipun perubahan selular atau matriks pada kartilago yang terjadi bersamaan dengan penuaan kemungkinan menjadi predisposisi bagi lanjut usia untuk mengalami osteoarthritis. Faktor-faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah obesitas, trauma, kelainan endokrin (misalnya diabetes mellitus) dan kelainan primer persendian (misalnya arthritis inflamatorik).
Keluhan dan Gejala
Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang terkena, lama dan intensitas penyakitnya, serta respons penderita terhadap penyakit yang dideritanya.

Gejala Osteoarthritis
- nyeri sendi yang khas yaitu nyeri yang bertambah berat pada waktu menopang berat badan atau waktu aktivitas (melakukan gerakan), dan membaik bila diistirahatkan
- gerakan sendi menjadi terhambat karena nyeri
- pada beberapa penderita, nyeri sendi atau kaku sendi dapat timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk di kursi atau mobil (perjalanan jauh), atau setelah bangun tidur di pagi hari
- kadang disertai suara gemeretak/kemretek pada sendi yang sakit
- penderita mungkin menunjukkan salah satu sendinya (sering lutut atau tangan) secara perlahan membesar

Secara klinis, osteoartritis dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1. Subklinis.
Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lainnya. Kelainan baru terbatas pada tingkat seluler dan biokimiawi sendi.
2. Manifest.
Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi bertambah luas disertai reaksi peradangan.
3. Dekompensasi
Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi deformitas dan kontraktur. Pada tahap ini biasanya diperlukan tindakan bedah.

2. ARTHRITIS RHEUMATOID
Menurut definisi, artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi yang mengenai jaringan ikat sendi, bersifat progresif, simetrik, dan sistemik serta cenderung menjadi kronik. Atau arthritis reumatoid adalah kelainan sistemik dengan manifestasi utama pada persendian yang berkembang secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu. Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi, insidensnya sekitar 3% dari penduduk menderita kelainan ini dan terutama ditemukan pada umur 20-30 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar pada lutut, panggul serta pergelangan tangan.

Etiologi
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
• 1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
• 2. Endokrin
• 3. Autoimun
• 4. Metabolik
• 5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.


3. ARTHRITIS GOUT
Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Serta Artritis gout suatu penyakit autoimun dimana persendian secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi
a. Insidens dan Patogenesis
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.
Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat setelah pubertas. Pada wanita kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria.

Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah pria. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun ada sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.
Gejala gout berkembang dalam 4 tahap :
1.Tahap Asimptomatik : Pada tahap ini kadar asam urat dalam darah meningkat, tidak menimbulkan gejala.
2.Tahap Akut : Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan cepat memuncak, umumnya terjadi pada tengah malam atau menjelang pagi. Serangan ini berupa rasa nyeri yang hebat pada sendi yang terkena, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan perlahan-lahan akan sembuh spontan dan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 14 hari.
3.Tahap Interkritikal : Pada tahap ini penderita dapat kembali bergerak normal serta melakukan berbagai aktivitas olahraga tanpa merasa sakit sama sekali. Kalau rasa nyeri pada serangan pertama itu hilang bukan berarti penyakit sembuh total, biasanya beberapa tahun kemudian akan ada serangan kedua. Namun ada juga serangan yang terjadi hanya sekali sepanjang hidup, semua ini tergantung bagaimana sipenderita mengatasinya.
4. Tahap Kronik : Tahap ini akan terjadi bila penyakit diabaikan sehingga menjadi akut. Frekuensi serangan akan meningkat 4-5 kali setahun tanpa disertai masa bebas serangan. Masa sakit menjadi lebih panjang bahkan kadang rasa nyerinya berlangsung terus-menerus disertai bengkak dan kaku pada sendi yang sakit.
C. KELAIANAN PADA OTOT
1. STRAIN
Strain adalah trauma pada suatu otot atau tendon yang biasanya disebabkan oleh peregangan otot yang melebihi batas normalnya. Strain dapat pula disertai dengan robekan atau ruptur jaringan. Pada cedera otot terjadi peradanagan yang menyebabkan jaringan membengkok atau terasa nyeri. Penyembuhannya mungkin memerlukan beberapa minggu.
2. SPRAIN
Sprain atau keseleo adalah trauma pada suatu sendi biasanya berkaitan dengan cedera ligamentum. Pada keseleo yang berat , ligamentum dapat putus. Psrain dapat menyebabnkan peradangan, pembengkakan, dan nyeri.
3.RIGOR MORTIS
Rigor Mortis atau kaku mayat adalah kekakuan atau kontraksi otot-otot yang terjadi beberapa jam setelah kematian. Rigor mortis timbul akibat berkurangnya ATP dalam sel-sel otot. Tanpa adanya ATP yang terikat ke kepala miosin, maka jembatan-jembatan silang yang terhubung di otot pada saat dan segera setelah kematian tidak dapat di lepaskan dan otot tetap berkontrksi. Dalam satu hari protein-protein otot dihancurkan oleh enzim-enzim lokal yang dikeluarkan oleh sel-sel yang berdegenerasisehingga otot kembali melemas.
4. ATROFI
Atrofi adalah penurunan ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi suatu otot dapat terjadi akibat tidak di gunakannya otot atau terjadi pemutusan saraf yang menpersarafi otot tersebut. Pada atrofi otot ukuran miofibril berkurang, atau walaupun tidak mengalami atrofi kepadatan tulang dapat berkurang akibat tidak digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit desiensi metababolik.



.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda